Title : My papa, not yours!
Chapter : 02/??
By : SachiJ6, Sachi_ciel.
Fandom : Alice nine.
Pairing : ToraxSaga.
Genre : AU, OOC,
romance, drama.
Rating : T
Disclaimer: Para tokoh bukan milik saya, Cuma
pinjam nama aja.
Note : Ga yakin, saya nulis cerita apa ini? (plakkk..)
* * *
Hari ini seperti biasa Saga kembali ke rutinitas
sehari-harinya. Kembali berkutat dengan layar
computer dan kertas-kertas yang menumpuk
diatas mejanya.
Dari dalam ruangannya, Tora dapat melihat para
pegawainya bekerja lewat dinding kaca besar
yang hanya tertutup tirai lipat. Tak terkecuali Saga, ia
juga dapat melihat Saga yang sedang duduk
didepan meja kerjanya.
Tora memperhatikan wajah Saga, ia melihat
wajah Saga tampak pucat hari ini.
Tora memanggil sekretarisnya, ia memerintahkan
sekretarisnya untuk memanggil Saga datang
keruangannya.
Selang beberapa menit pintu itu diketuk dari luar,
“Masuk!!”
Pintu itu pun dibuka, menampakkan Saga yang
tengah berdiri diambang pintu.
“Anda memanggil saya?”
“Ya, masuklah”
Saga melangkahkan kakinya mendekati meja
Tora, ia menarik kursi lalu duduk dihadapan Tora
dengan posisi tubuhnya yang sedikit menunduk,
terlihat tampak sedang tak sehat.
“Kulihat wajahmu tampak pucat hari ini, apa
kau sakit?”
Saga sedikit tertegun,
“Ng, tidak, aku sehat-sehat saja.”
“Tapi kau tampak tak sehat. Kalau memang
sedang sakit kau bisa pulang dan istirahat
dirumah, kuberi izin.”
“Tidak, tidak usah. Aku masih sanggup bekerja,
hanya sedikit merasa kelelahan saja,tetapi tidak
apa-apa.”
“Kuharap kau tak usah terlalu memaksakan diri
kalau bekerja. Pikirkan juga kesehatan tubuhmu.”
“Maaf” Saga menunduk.
Sesaat mereka terdiam, sampai akhirnya Saga
menegeluarkan suara.
“Em, masih ada keperluan? Aku sudah bisa
kembali ke mejaku?”
suara Saga terdengar lemah tak bersemangat.
“Saga, aku yakin kau tak sedang baik-baik saja.
Apa ada terjadi sesuatu padamu?”
Ucap Tora yang bukannya menjawab jawaban
Saga tapi malah balik melontarkan pertanyaan.
Tora mengulurkan tangannya kehadapan wajah
Saga lalu mengusap pelan pipi Saga dengan ibu
jarinya.
Ia sungguh merasa khawatir.
Saga segera menurunkan tangan Tora, karena ia
tak mau jika perlakuan atasannya itu sampai dilihat oleh pegawai -pegawai
yang lain, karena ruangan itu memiliki celah-
celah yang tak tertutup tirai, yang jika orang
lewat bisa langsung melihat kedalam ruangan
Tora.
Padahal semua pegawai tahu hubungan mereka,
tapi Saga tetap saja malu jika Tora bersikap
seperti itu ditempat umum.
“Aku tidak apa-apa Tora, sungguh!”
“Benar??”
Tora menjauhkan tangannya.
Saga menganguk sambil tersenyum untuk
meyakinkan Tora.
“Yasudah, kembalilah bekerja. Tapi ingat, jika
memang sakit cepat katakan padaku.”
“Un, terima kasih. Aku permisi.”
Saga bangun dari kursi tersebut, ia menuju pintu
dan membukanya. Sosok Saga pun hilang dibalik
pintu dan kembali terlihat saat ia melewati kaca
jendela.
Tora menghela nafas lega. Lalu ia pun membuka
Laptop-nya karena ia juga harus bekerja.
Namun sebelum menarikan jari-jarinya diatas
keyboard, Tora seperti teringat sesuatu.
Masih ada yang ingin disampaikan pada Saga, namun karena tak mungkin ia memanggil Saga lagi, maka ia mengambil ponselnya yang terletak
diatas meja lalu mengetikkan sebuah pesan.
Saga melihat layar ponselnya menyala, pertanda
bahwa ada pesan atau telepon masuk. Saga
mengambil ponsel diatas mejanya dan melihat
ada sebuah pesan disana.
Ia segera membuka pesan itu dan membacanya.
[ From: Tora
Maaf mengganggu pekerjaan anda sebentar tuan
Saga,
haha…
Tadi aku lupa menanyakan padamu, emm.. hari
minggu nanti bagaimana kalau kita jalan-jalan?]
Saga tersentak lalu tak kuasa menahan senyumnya membaca pesan itu.
Bukankah itu sama saja dengan namanya
berkencan? Tentu saja Saga mau, mereka sudah
lama tidak jalan-jalan, ditambah lagi sepertinya ia
memang butuh refreshing.
Saga langsung menjawab pesan itu dengan kata,
[Boleh, kau sedang tak sibuk 'kan? ]
Tora tersenyum senang dari dalam sana, karena
ia melihat gerak-gerik Saga dari celah-celah tirai
ruangannya.
[ Kalau aku sibuk, aku tak mengajakmu, haha.
Oke, akan kujemput jam 10 pagi.] balasnya.
Dengan begitu Tora menutup ponselnya dan
kembali fokus pada pekerjaannya.
* * *
Hanya disaat hari minggu Saga tak perlu merasa
panik jika bangun terlambat. Ia bisa memuaskan
jam tidurnya dihari itu setelah enam hari
kebelakang waktu tidurnya banyak terkuras.
Ia membuka matanya, meregangkan tubuhnya lalu
bangkit dari tempat tidur.
ia turun dari tempat tidur dan membuka tirai
jendela.
Sinar matahari yang masuk lewat jendela
sudah terasa cukup panas.
Saga merasa tubuhnya sudah lumayan segar
karena tidur yang sudah lebih dari cukup.
ia menumpukan kedua tangannya di atas bingkai
jendela sambil menikmati udara dan
pemandangan di pagi hari. Burung kecil terbang
kesana-kemari lalu berhenti didahan pohon dan
berkicau memanggil teman-temannya.
Merasa sudah cukup, Saga melankahkan kaki nya
menjauh dari jendela. Ia melihat jam yang terletak
diatas meja kecil samping tempat tidurnya.
Matanya langsung terbelalak melihat jarum jam
yang sudah menunjukkan pukul 09.30 pagi.
Ia buru-buru mengambil handuknya dan masuk ke
kamar mandi.
Sebentar lagi Tora datang untuk menjemputnya!
Sedangkan ia sama sekali belum bersiap-siap.
Mungkin sampai Tora datang pun Saga masih
santai jika saja ia tak melihat jam, yang langsung
mengingatkannya pada agenda hari ini.
Masuk ke kamar mandi, Saga langsung berdiri di
depan wastafel terlebih dahulu untuk menyikat
gigi, ia menatap wajahnya sendiri pada cermin
dihadapannya.
Ia melihat wajahnya masih tampak sedikit pucat,
pantas belakangan Tora sangat
mengkhawatirkannya.
Selesai menggosok gigi, Saga berdiri dibawah
shower, membasahi seluruh tubuhnya.
siraman air shower yang membasahi tubuhnya
membuat tenang sampai memejamkan matanya
merasakan ketenangan itu.
Selesai dengan aktivitas mandinya, Saga keluar
dari kamar mandi dan menuju lemari pakaian.
Agak kebingungan ia memilih baju yang akan ia
kenakan hari ini, karena sudah lama ia tak pergi
keluar bersama Tora karena pekerjaan mereka
yang padat.
Dann akhirnya Saga hanya memakai pakaian
simple, celana jeans hitam kaos abu-abu dan jaket
abu-abu, mengingat ia tak punya banyak waktu
juga untuk memilih pakaian, sebentar lagi Tora
akan tiba.
Setelah mengenakan pakaiannya lengkap, Saga
berdiri didepan cermin untuk sedikit menata
rambutnya yang bewarna coklat terang itu.
Bibirnya yang tampak pucat itu pun iya oleskan
sedikit lipbalm agar tak kering dan sedikit
menyamarkan.
Saga menoleh kaget kearah jendelanya begitu
mendengar suara klakson mobil diluar sana. Ia
melangkah ke jendela untuk memastikan bahwa
itu benar Tora atau bukan.
Segera ia selesaikan kegiatannya didepan cermin
setelah melihat bahwa yang datang adalah benar
Tora. Ia menuju pintu lalu memakai sepatunya
dan keluar dari apartemen sederhananya.
Tapi tiba-tiba Saga menghentikan langkahnya
ketika baru saja ia menuruni tiga anak tangga, ia
kembali ke apartemannya untuk mengambil
ponselnya yang tertinggal.
“Maaf, menunggu lama.”
Ucap Saga setelah masuk dan duduk dibangku
mobil disebelah bangku kemudi tempat Tora
duduk.
Tora menoleh, sesaat tatapannya tampak terpana
terhadap Saga.
“Daijobu, emm.. kau tampak segar hari ini”
“Ya, aku tidur cukup, haha…”
“Dan cantik,” lanjut Tora, membuat Saga seketika
wajahnya berubah cemberut.
“Kok cantik?!”
“Memang kenyataannya seperti itu” jawab Tora
dengan senyum lebar dibibirnya.
Tora kembali menoleh kedepan dan menjalankan
mobilnya sedangkan Saga terdiam masih
cemberut.
Mobil melaju kesebuah tempat yang sudah
direncanakan Tora.
“Odaiba?”
seru Saga saat ia membaca tulisan papan nama
wilayah yang mereka datangi.
“Hm, sudah lama tidak kesini ‘kan?” Tora
menoleh sesaat melihat Saga lalu kembali fokus
kedepan.
Pantai di teluk Tokyo, tempat mereka pertama kali
datang di kencan pertama. Ingatan Saga kembali
pada saat itu. Membuatnya tak sabar agar cepat-cepat sampai disana. Tempat yang penuh
kenangan manis bagi mereka.
Mereka tiba dipantai Odaiba pada jam yang belum
terlalu terik, oleh karena itu mereka bisa bermain
dulu di pantai itu. Bermain pasir dan air laut.
Saga masih sibuk berjalan dipantai sambil
menikmati pemandangan saat Tora menarik dan
menggenggam tangannya. Saga sedikit tersentak
dan membuatnya jadi malu.
Tak terasa mereka berjalan-jalan hingga tiba
disebuah batu besar dibawah pohon.
mereka memutuskan untuk istirahat
sejenak, duduk diatas batu besar itu.
Mereka berbincang-bincang seru disana, ekspresi
Saga yang muncul mulai dari diam, lalu
tersenyum sampai tertawa. Sesekali tersipu malu
juga terkadang cemberut karena tak henti-
hentinya digoda oleh Tora.
“Hahaha… kau ada-ada saja Tora” Saga tak bisa
menghentikan tawanya mendengar ucapan konyol
Tora yang bercerita ingin jadi merman dan
menikah dengan Saga, mereka hidup dilaut tanpa
ada satupun mesin, kertas-kertas, pekerjaan yang
membuat otaknya pecah, hidup damai dibawah
laut tanpa ada polusi udara.
“Saga!”
Tawa Saga terhenti saat Tora memanggilnya
dengan memasang wajah serius.
“Ya!?”
Saga menoleh, matanya mengisyratkan
pertanyaan.
“Aku serius, ingin menikahimu.”
Tak terlihat sedikitpun gelagat lelucon dalam
tatapan mata itu, membuat jantung Saga brdetak
lebih kencang dari biasanya. Ini serius!?
“Tapi, tidak mungkin secepat ini ‘kan, kamu
tahu…”
“Ya, aku tahu. Masih perlu banyak persiapan
untuk menuju kesitu” potong Tora.
“Maka dari itu, aku ingin kau memakai ini dulu
sebagai tanda bahwa kau milikku, tidak bisa
dimiliki oleh orang lain lagi…” lanjut Tora sambil
tersenyum. Ia mengeluarkan sebuah benda
berbentuk kotak kecil dari dalam saku celananya,
lalu membuka kotak kecil itu dan
menyodorkannya kehadapan Saga.
Kejutan yang diberikan Tora sukses membuat
mata Saga melebar.
Sudah sejak kapan Tora mempersiapkan ini?
Karena setahunya Tora tak punya waktu luang
untuk pergi-pergi keluar. Tapi kenyataanya benda
itu ada didepan matanya, benda yang akan jadi penanda untuk
mengikat hubungan mereka lebih erat. Ia masih
tak menyangka kalau hubungan mereka akan
berlanjut makin serius.
“K..kapan kamu membelinya?” Saga masih
terpana akan keindahan benda itu, benda
melingkar yang mengkilap indah bewarna perak. Disebelah
dalamnya terukir nama Tora dengan begitu
elegan.
“Sudah, tak perlu tahu kapan aku membelinya
‘kan. Itu tak penting. Sekarang, kau harus
memakai cincin ini.”
Tora menarik tangan kiri Saga lalu memasangkan
cincin itu dijari manis Saga.
“Pas!!” Tora tersenyum senang melihat cincin
pilihannya ternyata pas dijari Saga.
sedangkan Saga tak bisa berkata apa-apa lagi, ia
hanya bisa menatap jarinya kini yang sudah
tersemat cincin pengikat dari Tora sambil
tangannya yang satu lagi menutup mulutnya
saking tak bisa berkata apa-apa karena terlalu
bahagia.
“Dan dijariku, ada nama Saga dibalik sini,” Tora
mengankat tangan kirinya.
“He? Kapan kamu memakainya?”
“Sejak dari rumah,”
Saga tertegun. Ia baru menyadari jika Tora sudah
memakai cincin itu sejak dari rumah.
“Haa.. kok aku tak melihat?”
“Kau saja yang tak menyadari!” Tora menarik
hidung kekasihnya yang bak perosotan itu dengan
gemas.
Cepat-cepat Saga melepas tangan Tora sebelum
ia kehabisan nafas.
“Sakit Tora!!” Saga mengelus-elus hidungnya
yang sedikit merah itu dengan wajah sebal.
“Hei, wajahmu jelek kalau seperti itu.”
“Biarkan Saja!” mulut Saga masih manyun.
Tora hanya bisa terkekeh melihat sikap
kekasihnya.
Tak terasa hari sudah siang, mereka memutuskan
beranjak dari tempat itu menuju restoran untuk
mengisi perut mereka yang sudah terasa kosong.
Mereka masuk kesebuah restoran dan memilih
tempat duduk dipinggir supaya bisa melihat
pemandangan diluar sana yang mengarah kelaut
sambil mereka menikmati makanan.
Jarum jam sudah menunjuk pada angka empat.
Mereka memutuskan untuk pulang. Sudah cukup
lama mereka berada di pantai itu.
Tora juga mengkhawatirkan anaknya yang
ditinggal sendiri dirumah. Masih bagus jika Hiroto
mengahbiskan waktu liburnya dirumah dengan
bermain game sepanjang hari, tapi bagaimana
kalau dia pergi bersama teman-temannya tanpa
bilang padanya kemana ia pergi? Karena pernah
pada waktu itu ia bermain dengan teman-
temannya sampai pulang larut malam.
Pada saat itu Tora langsung menghukumnya tidak boleh
keluar rumah kecuali kesekolah selama seminggu.
Hiroto masih seorang anak yang sedang
bertumbuh. Emosinya masih labil, apalagi ia anak
yang hyperaktif, jika diajak bermain pasti
langsung mau. Maka Hiroto masih harus dalam
pengawasan ketat.
Tora khawatir kejadian itu terulang kembali,
karena sejak ia mengirim pesan dari masih
direstoran tadi, Hiroto belum membalas pesannya
sama sekali. Ditelpon pun ia tak menjawab.
walau ia percaya anaknya tidak akan mengulangi
hal itu lagi, tetapi ia tetap khawatir.
Tora melajukan mobilnya menuju jalan
pulang. Karena kendaraan yang cukup ramai
memenuhi jalan dihari minggu ini, membuatnya
tak bisa sedikit menaikkan lebih tinggi lagi angka
speedometernya agar cepat sampai rumah. Ia
harus bersabar melajukan mobilnya dengan
kecepatan sedang.
Ponsel Tora yang ia letakkan diatas dashboard
sesaat setelah ia memeriksa kembali ponselnya
saat masuk kedalam mobil tadi, kini berkedip
menandakan ada pesan atau panggilan masuk.
Tora mengambil ponselnya dengan tangan
satunya yang tak memegang stir mobil, ia
membuka sebuah pesan yang masuk.
wajahnya tersenyum tampak lega setelah
membaca pesan itu.
[ Aku dirumah pa, ada apa?
ah, ngomong-ngomong papa dimana sih, kok
lama sekali pulangnya?]
Begitulah kira-kira isi pesan dari anaknya, Hiroto.
“Balasan dari Hiroto!?"
Tebak Saga, ia juga tahu kalu Tora sedang
menunggu pesan dari anaknya.
“Ya, dia ada dirumah baik-baik saja.” Tora
meletakkan kembali ponselnya setelah ia
membalas pesan dari anaknya diatas dashboard
dan kembali fokus menyetir dengan perasaan
tenang kali ini.
Sekitar perjalanan hampir satu jam, mereka
akhirnya tiba didepan aparteman Saga. Tora
harus mengantar kekasihnya pulang kerumah dulu
bukan?
“Terima kasih banyak untuk hari ini, aku senang
sekali.” Ucap Saga tersenyum bahagia. Ia
bersiap-siap untuk turun, namun terurung
karena melihat Tora yang menggeleng padanya.
“Cuma ucapan terima kasih saja?” protes Tora.
“He? Memangnya aku harus mengucapkan apa
lagi? Ah, terima kasih sebanyak-banyaknya?
Beribu-ribu terima kasih untuk Tora! Terima kasih
banyaaakkk…” Saga menambahkan banyak
ucapan terima kasih untuk Tora dengan senyum
mengembang.
Tetapi wajah tora masih datar, Saga jadi bingung.
Tora menggeleng.
“Kau tahu kita baru kencan lagi hari ini setelah
sekian lama ‘kan?”
“Iya!” Saga mengangguk.
“Minggu kemarin tidak berkencan bukan?”
Saga mengangguk.
“Minggu kemarinnya lagi juga tidak ‘kan?”
Saga mengangguk lagi, ia makin bingung apa
maksud pertanyaan Tora itu.
“Minggu kemarinnya lagi, kemarinnya lagi juga
tidak ‘kan?”
Saga mengangguk lagi untuk kesekian kali.
“Kau tahu aku sangat rindu?”
“Ha, rindu? Kita setiap hari bertemu ‘kan?
Dikantor dan hari ini juga sedang bertemu.”
Tora tersenyum, tetapi senyumnya berbeda.
“Ya, kita memang selalu bertemu, tapi aku rindu
itu darimu, yang tak bisa kudapatkan jika berada
dikantor.”
“Itu?”
kening Saga makin mengkerut saja.
Tanpa disadari ternyata tubuh Tora sudah sangat
condong kearahnya.
“Aku rindu bibir ini menempel lagi dibibirku.
Sudah setahun lalu saat aku menembakmu, kau
tahu?”
Sontak mata Saga terbelalak lebar dan terdiam
membatu saat tak sempat lagi ia mengeluarkan
kata-kata karena Tora sudah menempelkan
bibirnya begitu cepat. Yang membuat jantung Saga berdetak makin
kencang sampai rasanya ingin copot adalah
ketika Tora tak kunjung melepas bibirnya dan
makin menambah gerakannya yang kali ini
menjilat dan menhisap bibir Saga
Saga mulai terbuai oleh ciuman itu. Ia hanya bisa
meremat baju depan Tora dan memerima dengan
pasrah apa yang Tora lakukan.
Akhirnya Saga bisa menarik nafas sebanyak-banyak nya setelah Tora menghentikan
ciumannya.
Wajahnya sangat persis seperti tomat matang.
Merah padam.
Tora jadi terkekeh melihatnya,
“Kh, tidak mau masuk ke apartemen?”
“Eh? Ng…Y..Ya. s..sampai jumpa.”
Saga cepat-cepat keluar dari mobil Tora dan
setengah berlari memasuki gedung apatemen itu.
Ia menutup mulutnya sambil menunduk
disepanjang perjalanan menuju ruang
apartemennya.
Sebisa mungkin jangan sampai orang-orang
penghuni apartemen lain yang juga sedang
berlalu-lalang, melihat sikap anehnya. Ia
berusaha menahan senyumnya yang ingin
terkembang sampai ia menggigit bibirnya sendiri
dibalik telapak tangannya untuk menahan senyum
itu.
* * *
Pukul 02.00 dini hari, disaat orang-orang sudah
seharusnya terlelap dengan tenang.
Tetapi tidak dengan seseorang yang sedang
terbaring memejamkan mata dengan raut
wajahnya tampak sangat tidak tenang.
Keningnya mengerut seperti ketakutan, kepalanya menyentak
kekiri dan kanan dengan panik. Ia mengeluarkan
kata-kata yang hampir sama berulang-ulang.
“Tidak!! Maafkan aku!! Ampun… ampuni aku!!”
Kepalanya menghentak kekiri, lalu kekanan, begitu
begitu seterusnya, tak jarang jari-jarinya juga ikut
bergerak.
“Jangan!! Kumohon jangan!!”
“TIDAAAAAKKKK!!!!”
Dengan teriakkan terakhir itu membuatnya
tersentak mebuka mata dengan lebar.
Nafasnya tak beraturan, jantungnya berdegup
kencang dan keringat dipelipisnya mengalir
dengan deras.
Ia melihat kesekelilingnya dan sedikit merasa lega
karena ia masih berada dikamarnya. Ia pikir,
mungkin ia tak bisa keluar lagi dari dalam mimpi
buruknya itu.
Padahal, mimpinya itu sudah tak pernah muncul
lagi. Tapi kenapa sekarang muncul kembali
setelah sekian lama saat ia sudah bisa sedikit
bangkit dari trauma masa lalunya dengan tak
mengingat-ingat lagi kejadian itu?
Pertanda apakah ini?
Ia tak mengerti.
Cepat-cepat ia turun dari tempat tidurnya, ia
keluar dari kamarnya dan menuju kamar lainnya.
Ia langsung membuka pintu kamar yang tidak
terkunci itu. Ada seseorang yang tengah terlelap
disana.
Ia mendekati orang itu dan mengguncang-
guncangkan sedikit bahu orang itu untuk
membangunkannya.
“Papa!!”
orang yang dipanggil papa itu langsung
terbangun. Ia membalik tubuhnya dan melihat
orang yang memanggilnya.
“Hiroto!? Ada apa?”
Tora segera bangun dan duduk diatas tempat
tidurnya. Hiroto naik keatas tempat tidur Tora
dengan air mata yang sudah siap tumpah dan
langsung memeluk ayahnya.
“Papa…hiks… aku… aku…mimpi buruk itu lagi, aku
takut hkksss..”
Tora tersentak. Ia langsung mengerti mimpi apa
yang dimaksud anaknya itu.
Tora mengelus-ngelus kepala hiroto yang ada
dalam pelukannya untuk membuatnya tenang.
Ia juga merasa bingung. Kenapa mimpi itu bisa
muncul lagi.
“Yasudah, kamu tidur disini bersama papa. Tidak
usah takut, mimpi itu hanya menumpang lewat,
bunga tidur yang tak berarti apa-apa.” Tora coba
membuat anaknya untuk tak usah takut.
Tora membaringkan Hiroto disampingnya, setelah
itu ia juga berbaring. Menarik selimut sampai
menutup setengah tubuh mereka.Tora
melingkarkan tangannya pada tubuh Hiroto, tanda
bahwa ia melindungi anak itu.
“Sekarang lupakan mimpi tadi, lalu tidur, oke?!”
“Un…” jawab Hiroto, iapun mulai memejamkan
matanya.
Tsuzuku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar